Pick one you like!

Sunday, February 7, 2010

week #1: between coldness and warmth

Minggu pertama: 2 Feb 2010 – 7 Feb 2010

Hari-hari dingin bersalju dengan suhu antara -15’ C sampai -10’ C. benar-benar tantangan besar buatku untuk beradaptasi. Bayangin, terbiasa ‘disiksa’ oleh suhu 29’ – 40’ C di Indonesia, sekarang harus ‘disiksa’ juga dengan suhu…bukan turun 5 derajat, sepuluh derajat, limabelas derajat…tapi bisa turun lebih dari limapuluh derajat selsius!!!

Untuk suhu se-ekstrim ini sebenernya aku udah persiapan lumayan lengkap dari rumah: mantel, baju dalem wol, baju2 tebel, kaos kaki, syal, topi, pelindung telinga, dan sepatu boot. Ohya, juga masker. Kenapa?? Karena kami (aku dan ibuku) parno dengan masalah sinusitisku. Ya, sinusitis dalam yang bikin aku ditusuk2 jarum belasan kali di tanganku. Sinusitis bandel yang gara2 dia sempat dikira ada ‘apa-apa’ yang lebih parah di dalem kepalaku. Well, balik ke persiapan musim dingin, ternyata menurut temen2 disini, sepatu bootku itu terlalu tipis dan mereka menyarankan—bukan, bukan—mengharuskan aku untuk beli sepatu yang lebih tebel.

Alhasil, di hari pertama aku pergi untuk presentasi di sekolah, hari itu juga aku beli sepatu. Pagi-pagi, dijemput sama temen AIESEC bernama Pasha yang notabene seganteng—ngga ding—lebih ganteng dari Pasha Ungu, kita jalan dari flat menuju sekolah yang entah-di-mana itu. 100-200 meter belom kerasa bekunya. Masih excited banget sama salju yg turun hari itu. Eh tapi setengah-satu kilo selanjutnya mulai kerasa. Angin beku yang menusuk tiap inchi kulit sampe ke tulang (lebay sih, tapi emang rasanya gitu, brr..). toko pertama, kedua, ketiga, belom ada sepatu yang cocok. Cape muter2, kita pun beli makan siang. Semacem pancake yang dimasak ala D’crepes kalo di Indo dengan berbagai macam filling, namanya Blinok, berasal dari kata Blini—atau pancake dalam bahasa Rusia.

Karena waktunya udah mepet buat presentasi di sekolah, akhirnya kita tunda dulu hunting sepatunya. Kita pun ke sekolah pertama: sekolah #26. Gedungnya gede banget, aku sempet liat ada murid2 sekitar umur 9-10 tahunan tapi juga ada murid2 sekitar 16-17 tahunan. Oh ternyata di Ukraina, sekolah ngga dibagi 3 kayak di Indo: SD, SMP, SMA. Tapi jadi satu dari kelas 1 – 11 dan untuk mulai tahun ini sampai kelas 12.

my luxurious black Reebok boots with blue fur and emboss
Presentasi awal Cuma tentang pengenalan diri dan pemutaran DVD tentang Indonesia yang (untungnya) kita dapet dari Depbudpar. kelar presentasi di sekolah ini, kami berlima: aku, Andin, Pasha, Eva, dan Lena lanjut hunting sepatu buat aku. Kitapun ke City Centre dan akhirnya dapetlah sepatu yang pantas, hahaha… Women’s boot hitam Reebok dengan bulu di dalemnya yg warnanya biru. Keren banget (thanks to Pasha for choosing this for me :*) .

Pulang ke flat, aku—and I believed all of the people in the room—laper. Secara impulsive aku mutusin buat masakin semua kepala di ruangan itu: Indomie goreng! Hahaha. Setelah kelima porsi disantap empunya masing-masing, Lena dan Pasha (agak sedikit) teriak teriak minta air—haha, ya mereka kepedesan.


intercultural pair
Si Pasha, yang memang paling excited sama interns (sebutan kita), ngeliat blangkon Andin tergeletak gitu aja di atas lemari, dia sahut aja tuh topi an dipake. Terus dia minta didandanin bener2 kaya orang jawa.

Dan akhirnya malam itu ditutup dengan sesi foto dan toasting beer: for intercultural friendship.

warm friendship in cold snowy day


***

Beberapa hari setelah itu, aku dan Andin dateng di LCM (Local Comitee Meeting), kita pun kenalan sama seluruh anggota AIESEC di kota itu, dan ternyata ada juga seorang returnee dari Bulgaria, namanya Marina. Cewek yang cantik banget, dia juga ramah dan excitable. Setelah LCM, beberapa dari mereka ngajak kita makan pizza dulu si City Centre, ada 7 orang dalam rombongan itu: aku, Andin, Pasha, Eva, Lena, Marina, dan Sergey: cowok imut babyfaced berumur 17 th.

Pulang dari City Centre, kita berubah formasi: Eva dan Marina ke arah timur sedangkan sisanya kea rah barat. Ternyata kita mau lanjutin kumpul2nya di flat, oh oke, siapa takut?!

Sampe di flat, ternyata ada dua orang lagi yg gabung: Sasha—pacar Lena, dan Marina-yang-lain-tapi-sama-cantiknya. Kita pun ngobrol-ngobrol, liat video tentang Indo, liat video2 lucu, dan yang paling seru: main TWISTER. Permainan yang sangat mengandalkan keseimbangan dan keberuntungan.

playing twister


Satu set mainan ini berupa selembar karpet dengan 24 lingkaran dengan 4 warna dan sebuah roulette. Ada satu orang spinner dan sisanya player. Setiap player harus meletakkan kedua kakinya di masing2 satu lingkaran warna apa saja di atas karpet. Tugas spinner memutar roulette untuk masing-masing pemain secara bergiliran sebanyak dua kali, sekali untuk warna dan sekali untuk anggota badan. Semisal, spinner memutar roulette untuk aku, aku dapet tangan kanan dan kuning, itu berarti aku harus naroh tangan kananku di lingkaran berwarna kuning yang terdekat dari aku, tapi kalo ternyata udah ada anggota badan orang laen di lingkaran itu, aku harus naroh tanganku di lingkaran kuning lainnya, yg lebih jauh mungkin. Sehingga semakin kesini, permainannya semakin seru, soalnya kaki dan tangan semua player udah pada kemana2, dan yg ngga kuat jaga keseimbangan bakal jatoh dan keluar dari karpet. Sampe akhirnya, dua pemain terakhir yg tersisa adalah aku dan Sasha. Si spinner—Sergey—sengaja lama2in roulettenya buat berhenti. Karena posisiku yang nggak banget akhirnya aku nyerah soalnya satu kakiku menumpu berat badanku sambil jinjit sementara tanganku ke mana-mana. Kakiku ngga kuat dan aku pun roboh dan kalah.

Tapi, malam yang dingin itu, jadi terasa sangat hangat oleh tawa kami :)

No comments: